ARTIKEL TENTANG SUKU MENTAWAI
MENGENAL MENTAWAI
|
Kepulauan Mentawai yang terletak
sekitar 100 km disebelah barat pantai pulau Sumatera, terdiri dari 40 pulau
besar dan kecil. Diantaranya ada empat pulau besar yang didiami manusia,
Siberut di utara sebagai pulau terbesar, Sipora ditengah, Pagai Utara dan Pagai
Selatan di bagian selatan. Semuanya terletak pada 1000 Bujur Timur
Greenwich dan 50 Lintang Selatan di bawah khatulistiwa. Luasnya
6.700 km2.
Di
Kepulauan Mentawai tidak ada gunung, yang ada hanya perbukitan yang tingginya
tidak melebihi 500 meter. Umumnya bertanah subur, datar serta berawa-rawa.
Mentawai juga terkenal dengan hutan-hutannya yang masih perawan (apalagi
bagi para pengusaha-pengusaha kayu). Di Mentawai Banyak terdapat
sungai-sungai kecil, dan sarana perhubungan yang paling umum digunakan adalah
melalui sungai.
|
Masyarakat Mentawai
Masyarakat Mentawai menganut
sistem Patrilineal yang disebut dengan Uma, yang mempunyai arti tempat
tinggal. Uma didiami oleh beberapa orang yang masih berhubungan satu sama
lain dalam hal keturunan, menjadi pusat kehidupan adat, yang memperhitungkan
dan mempersatukan.
Meskipun mereka mendirikan rumah lain di tempat yang jauh, namun komunikasi dengan Uma tetap ada, sebab Uma merupakan rumah induk. |
|
Di Mentawai terdapat tiga macam rumah, yaitu:
- Uma
Rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan bersama serta tempat menyimpan warisan pusaka. Juga menjadi tempat suci untuk persembahan, penyimpanan tengkorak binatang buruan.
Setiap kampung mempunyai Uma sendiri. Kepala Uma disebut Rimata, perlambang pemimpin kehormatan, orang yang lebih arif mengenai hal-hal yang penting buat Uma, seseorang yang berbakat pemimpin.
Uma adalah rumah besar yang berfungsi sebagai balai pertemuan semua kerabat dan upacara-upacara bersama bagi semua anggotanya. - Lalep
Tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah dianggap sah secara adat. Biasanya lalep terletak di dalam Uma. - Rusuk
Suatu pemondokan khusus, tempat penginapan bagi anak-anak muda, para janda dan mereka yang diusir dari kampung.
|
Makanan
Makanan
pokok orang Mentawai yang tinggal di pulau Pagai adalah keladi, sedangkan di
Siberut sagu dan pisang. Umumnya orang Mentawai doyan memakan daging monyet,
rusa, babi dan ayam. Pemotongan babi biasanya dilakukan pada waktu pesta
(punen) besar, sebagai tanda pertalian hubungan manusia dengan alam roh.
|
Pakaian
Pakaian laki-laki adalah kabit
(cawat). Yang perempuan memakai rok yang terbuat dari daun atau kulit kayu.
Sisa dari keratan-keratan pakaian biasanya diambil sebagai hiasan. Gigi sengaja
diasah dan diruncing supaya tajam.
Seiring dengan perkembangan,
sekarang masyarakat Mentawai sudah mengenal pakaian dari kain. Walaupun begitu,
biasanya Kerei (dukun) jarang atau tidak pernah memakai pakaian dari kain.
Asal-Usul
Suku Mentawai mirip dengan Suku
Sakai di Malaysia. Sekalipun ada perbedaan, tetapi dalam banyak hal ada
persamaannya. Seperti adat istiadat dan cara hidup hampir serupa. Seperti
contoh, dua suku ini memakan sagu dan tidak mengenal beras, sama-sama memakan monyet.
Perbedaannya terletak pada cara berburu. Suku Mentawai menggunakan panah
beracun sedangkan Suku Sakai menggunakan sumpitan untuk melepaskan damak
beracun.
Rokokpun mereka kenal. Suku Mentawai menyulut tembakau, sedangkan Suku Sakai mengunyah seperti menyugi. Menyirih saja yang tidak ada di Mentawai.
Rokokpun mereka kenal. Suku Mentawai menyulut tembakau, sedangkan Suku Sakai mengunyah seperti menyugi. Menyirih saja yang tidak ada di Mentawai.
Menurut Orang Mentawai sendiri,
mereka berasal dari Nias. Keyakinan ini dilandasi oleh dongeng yang
menceritakan bahwa pada zaman dahulu kala seorang Nias bernama Ama Tawe pergi
memancing ke laut. Sedang terapung-apung di tengah laut, turunlah badai dahsyat
yang menyeret Ama Tawe terdampar ke Pulau Mentawai di tepi pantai barat Pulau
Siberut. Ama Tawe naik ke darat dan ia melihat tanah yang amat subur. Pohon
keladi dan sagu tumbuh sendiri tanpa ada orang yang menanam dan merawatnya. Ama
Tawe kembali ke Nias untuk mengambil anak dan istrinya. Dia bermaksud pindah
dari Nias dan akan menetap di Mentawai. Keberangkatannya ke tempat baru itu
diikuti oleh banyak penduduk Nias lainnya yang ingin merantau ke Mentawai.
Akhirnya, merekalah yang mendiami daerah itu.
Kepercayaan & Adat Istiadat
Orang Mentawai termasuk penganut
aninisme, yang percaya kepada roh-roh. Segala sesuatu (benda) yang ada berjiwa.
Tujuan dari kultus tersebut adalah agar diberi kesehatan dan umur panjang.
Timbulnya penyakit dianggap karena kekosongan jiwa. Kepergian jiwa untuk sementara, membawa akibat orang sakit. Untuk menyembuhkan penyakit itu diperlukan Kerei (dukun). Kematian berarti jiwa pergi menghilang untuk selama-lamanya.
Timbulnya penyakit dianggap karena kekosongan jiwa. Kepergian jiwa untuk sementara, membawa akibat orang sakit. Untuk menyembuhkan penyakit itu diperlukan Kerei (dukun). Kematian berarti jiwa pergi menghilang untuk selama-lamanya.
Adat
|
Unsur-unsur yang kuat dalam
menyatukan kebudayaan setiap rakyat adalah adat. "Arat" dalam
bahasa dan kebudayaan Mentawai mencakup bermacam hal yang digolongkan kepada tradisi.
Tradisi nenek moyang mutlak harus diterima tanpa gugatan, karena telah
diperjuangkan dari masa ke masa, yang mendarah daging dalam kehidupan
masyarakat selama bertahun-tahun. Oleh sebab itu, Arat menjadi norma bagi
kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun dalam keluarga dan suku. Arat
merupakan warisan suci, karena semenjak dahulu ditemukan oleh nenek moyang
dan kelestariannya harus dijaga dengan baik.
|
Mentaati Arat berarti merelakan diri
dibimbing oleh tradisi yang menjadi ukuran prima dalam setiap moralitas. Arat
dijadikan landasan pokok dan norma dalam penentuan segalanya, manusia,
binatang, fenomena alam dan rentetan waktu.
Arat bagi masyarakat Mentawai adalah
keselarasan dengan dunia, pemersatu dengan Uma dan jaminan hidup yang penuh dengan
kedamaian dan ketentraman.
Agama / Kepercayaan
Kepercayaan Mentawai termasuk ke
dalam Arat. Kumpulan dan himpunan dari upacara-upacara disebut dengan "Arat
Sabulungan". Sabulungan berasal dari kata bulu yang berarti daun.
Bahan-bahan untuk perangkat upacara keagamaan itu banyak menggunakan dedaunan
dan ranting-ranting pepohonan.
Macam-macam sabulungan:
- Taikamanua
roh yang hidup di udara dan langit - Taikapolak
roh yang bertempat tinggal di bumi - Taikabaga
roh yang hidup di bawah tanah - Roh-roh yang khusus menjaga binatang
a. Taikaleleu
- Samajuju, sebagai pelindung rusa
- Taikatengaloina, pelindung binatang yang ada di atas pohon
b. Taikbagakoat
Pelindung bintanag di laut
Sejak Perang Dunia II, sudah
terdapat banyak perubahan, terutama sekali di bagian selatan. Perubahan yang
terjadi mencakup kepercayaan dan struktur sosial. Dilain pihak, hubungan dengan
suku tetangga, peraturan-peraturan pemerintah lewat surat keputusan dan
penyebaran agama, telah mengubah kebudayaan dan kepercayaan Mentawai.
Walaupun sekarang masyarakat
Mentawai sudah memeluk agama, namun pada hakekatnya kepercayaan Arat
Sabulungan belum terkikis habis di lubuk hati orang Mentawai. Salah satu
contohnya adalah kepercayaan terhadap obat si kerei, lebih ampuh dan
manjur ketimbang obat-obatan modern dan puskesmas.
Oleh sebab itu, corak keagamaan di
Mentawai disebut Bikultural, bersama-sama dengan resmi, hidup dengan agama asli
yang digolongkan ke dalam aliran kebatinan.
Pengadilan Masyarakat
Untuk menemukan pelaku kejahatan di
Mentawai dikenal dengan tiga macam cara:
- Bekeu malekbuk
Kalau terjadi pencurian kecil, dipakaia bunga ibiscus untuk mencari siapa pencuri tersebut. Orang-orang yang dicurigai disuruh duduk berkeliling menghadapi sebuah wadah yang berisi air. Di dalamnya diapungkan bunga ibiscus dengan tangkainya yang pendek. Bunga didorong berputar mengitari orang-orang yang duduk berkeliling. Kemudian didorong sekali lagi sambil menyuruh bunga untuk mencari siapa yang bersalah. Bila sudah tiga kali bunga berhenti pada orang yang sama, maka orang itulah yang dianggap sebagai pencurinya. Semua orang akan arif, dan diam-diam bangkit dari duduk dan pergi meninggalkan tempat tersebut dengan aman dan tertib. Semua orang tidak boleh memberi komentar apapun karena dipandang tidak sopan dan tidak mematuhi tata upacara. Orang yang tertuduh kalau benar-benar pencurinya akan berusaha mengembalikan barang curian tersebut dengan diam-diam pada malam hari agar tidak diketahui orang lain.
Tetapi kalau bunga itu tidak berhenti pada orang yang sama, hal semacam itu disebut dengan Taiteukenia, artinya bunga enggan disuruh atau tidak mau menujukkan pencurinya.
Upacara menggunakan bunga ibiscus jarang menemui kepastian, apalagi bagi pelaku tentu tidak mau ikut karena takut belangnya akan ketahuan. - Tippu sasa
Upacara pemotongan rotan (tippu sasa) maksudnya untuk mencari seorang yang dituduh melakukan perbuatan jahat. Seorang yang dituduh boleh membuktikan bahwa dia tidak pernah melakukan hal tersebut. Atau, pemotongan sasa juga dapat dilakukan untuk menguatkan suatu sumpah.
Upacara tippu sasa lebih serius dibandingkan upacara menghanyutkan bunga, karena upacara ini memastikan kehidupan atau kematian. Oleh sebab itu sebelum upacara dilangsungkan, dilakukan pembicaraan dan pemikiran yang mendalam. Dalam upacara akan dipilih seorang wasit yang bisa mendamaikan. - Tulou paboko
Tulou paboko artinya denda karena fitnah, dan merupakan upacara anti magi terhadap tippu sasa.
Oleh karena itu, dalam masyarakat
Mentawai menjatuhkan tuduhan terhadap seseorang harus dilakukan secara
hati-hati, karena kalau tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat atau
malahan tuduhan palsu, maka akan berbalik kepadanya dimana penuduh akhirnya akan
membayar denda kepada tertuduh (tulou paboko). Hal ini merupakan
pengembalian nama baik tertuduh yang dituduh melakukan kejahatan yang tidak dia
kerjakan.
Seni Merajah Tubuh Tertua
Seni merajah tubuh atau yang lebih
dikenal dengan tato merupakan tradisi yang ada di suku Mentawai ini. Bahkan,
menurut penelitian, seni tato tertua yaitu berasal dari suku ini, lo. Suku
Mentawai sudah menato tubuh mereka sejak kedatangan mereka ke pantai barat
Sumatera pada zaman logam, 1500 SM-500 SM.
Proses pembuatan tato masyarakat
suku Mentawai
Tato di suku Mentawai dikenal
sebagai titi . Bagi mereka, tato adalah roh kehidupan. Tidak hanya itu,
lewat tato, mereka juga dapat menunjukan matapencaharian serta status sosialnya
di masyarakat. Misalnya, jika mereka pemburu, maka tato yang digambar
adalah binatang hasil buruannya. Nah, tato ini juga mempunyai fungsi seni, lo,
karena suku Mentawai menggambar sesuai dengan kreativitasnya.
Gigi Runcing Simbol Cantik
Satu lagi yang menjadi tradisi unik
di suku Mentawai adalah gigi runcing. Tradisi ini biasanya ditujukan untuk para
perempuan suku Mentawai. Gigi runcing merupakan simbol kecantikan dari
perempuan suku ini. Semakin runcing gigi mereka, semakin cantiklah perempuan
itu. Selain sebagai simbol kecantikan, tradisi mengukir gigi ini juga menjadi
simbol keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Mereka percaya bahwa saat fajar
menyingsing, tubuh manusia akan terpisah dengan roh atau jiwa.
Gigi runcing perempuan di suku
Mentawai
Seiring perjalanan waktu,
kesederhanaan dan tradisi unik di suku Mentawai perlahan mulai hilang. Hal
tersebut terjadi karena masuknya pengaruh dari budaya luar. Saat ini, di suku
Mentawai, dapat ditemukan masyarakat yang mengenakan kaos. Begitu juga dengan
tradisi menato dan meruncingkan gigi yang semakin ditinggalkan.
Komentar
Posting Komentar