HARGA DAGING SAPI NAIK TERUS MENERUS
Benarkah
ada kartel daging yg bermain disini?
Tingginya jual harga
daging saat ini karena nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus
melemah. Secara otomatis harga jual daging impor di Indonesia pun menjadi mahal
karena kebutuhan daging dalam negeri tidak mencukupi sehingga harus diimpor.Para
importir akan cenderung membebankan biaya kurs pada harga sapi hingga berdampak
pada daging di pasar. Saat ini harga daging sapi bobot hidup di Australia
mencapai US$ 3 per kg. Faktanya
sekarang harga daging di Australia nggak turun, karena mereka jual ke pasar
China. Dengan dolar yang naik tentu dikompensasikan dengan harga jual mereka.
Apalagi suplai agak kurang sehingga menimbulkan spekulasi.
Jika nilai rupiah
terus melemah dikhawatirkan akan semakin menyulitkan impor daging, sedangkan
jumlah sapi lokal tidak cukup memenuhi permintaan dalam negeri dengan demikian
suplai tidak seimbang. Pemerintah harus bisa menstabilkan nilai rupiah terhadap
dollar AS.
kemampuan sentra
produksi di Kawasan Timur Indonesia sudah berkurang dikarenakan makin langkanya
sapi di kawasan tersebut. Akibatnya, harga sapi lebih mahal dan tidak
mampu bersaing dengan sapi yang berasal dari Jawa. Apalagi jika dibandingkan dengan
sapi impor yang diusahakan feedlot di Jawa dan Lampung. Pasokan daging sapi beku atau impor
tidak mampu mngendalikan harga daging sapi karena konsumen kurang berminat
membeli daging beku. adanya
pasokan daging sapi beku di pasaran tidak bisa mengendalikan harga daging sapi.
Masalahnya konsumen kurang berminat membeli daging sapi beku. Konsumen tetap
membeli daging sapi segar karena terjamin kualitasnya.
Kurangnya minat
konsumen membeli daging sapi beku membuat para pedagang kurang berani mengambil
risiko rugi menjual daging beku. Apalagi pedagang daging sapi di pasar umumnya
tidak memiliki fasilitas penyimpanan atau lemari pendingin untuk mengawetkan daging
beku.
Jadi penyebabnya
adalah murni hukum pasar soal supply dan demand.
Tetapi menurut Kepala
KPPU Perwakilan Medan, Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, pihaknya mencium dugaan
praktik kartel dalam bentuk pasar oligopoli, yang dilakukan pengusaha sapi
impor (biasa disebut feedloter). Indikasi tersebut ia dapati setelah melakukan pemantauan
sejak beberapa waktu belakangan. “Temuan kami memang belum ada. Tetapi, indikasi ke arah sana
sudah nampak. Harga terus-menerus naik. Kecendrungan kecurigaan kami memang
arahnya ke feedlot. Jangan-jangan pattern (pola)-nya sama dengan kasus yang
terjadi di Jakarta,” kata Hakim, Senin (11/1).
Menurutnya, kondisi
seperti ini tidak logis mengingat momentum hari-hari besar, seperti Natal dan
Tahun Baru telah berlalu, serta harga bahan bakar minyak (BBM) juga turun.
Selain itu, tren
permintaan daging saat ini juga telah normal. Artinya, jikapun ditilik dari
hukum ekonomi pasar, bahwa harga selalu mengikuti besaran permintaan, tetap
saja harga daging sapi saat ini tidak dapat diterima akal. “Yang kami tahu, setiap selesai
hari-hari besar, harga daging pasti turun perlahan-lahan. Tetapi, ini kok
tidak. Sejak Lebaran lalu sampai hari ini trennya terus
naik. Dari yang
normalnya Rp 90 ribu per kilogram, sekarang malah sudah sampai 118 ribu per
kilogram,” ujarnya.
Komentar
Posting Komentar